Hati Sebagai Hamba

Hati Sebagai Hamba

Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Lukas 1:38)

Kita sering mendengar dari khotbah mimbar bahwa orang Kristen seharusnya menyambut Natal dengan kerendahan hati yang penuh ucapan syukur kepada Allah Tritunggal karena Tuhan memilih untuk tidak membinasakan manusia berdosa, melainkan menebus manusia melalui kedatangan dan kematian Yesus Kristus di kayu salib. Namun kenyataannya ada banyak hal lain yang selalu menarik hati dan menghalangi syukur yang berlimpah kepada Tuhan, seperti spirit konsumerisme yang menawarkan syukur karena memiliki barang mewah. Jika trend saat ini adalah kepemilikan mobil listrik yang mahal dan mewah atau kepemilikan fashion with brand tertentu, maka orang yang bersyukur adalah mereka yang mendapatkan barang-barang tersebut apapun caranya. Sementara itu, spirit materialisme terus menggoda manusia untuk bersyukur jika memiliki uang dan harta sebanyak-banyaknya demi memenuhi segala hal yang menyenangkan (gaya hidup hedonisme) seperti travelling ke tempat yang sedang trend, party di tempat high class dan tidak ketinggalan foto-foto makanan atau restoran yang sedang ramai dibicarakan. Apakah salah untuk menikmati semua itu? Tentu tidak serta merta kita bilang salah, namun alasan Alkitabiah dan sikap hidup Kristen yang bersahaja sesuai Alkitab perlu dikedepankan.

Berdasarkan hasil survey yang dimuat dalam sebuah artikel terbitan Universitas Kristen Satya Wacana, spirit zaman ini bukan mendorong ucapan syukur yang berlimpah kepada Tuhan, tapi justru memicu 68% generasi milenial di Indonesia mengalami FoMO atau Fear of Missing Out. FoMO adalah rasa takut kehilangan moment dengan circle pergaulan yang ada, bahkan secara lebih luas FoMO mencakup ketakutan tidak up to date dengan trend zaman. Hal ini mengakibatkan seseorang menjadi kurang percaya diri, misalnya ketika seorang anak tidak memiliki gadget yang sama dengan temannya; atau mengakibatkan rusaknya relasi kekeluargaan, misalnya ketika seorang remaja menyalahkan orangtua dengan mudahnya karena tidak diijinkan untuk mengikuti party/activity dengan teman-temannya. FoMO membuat manusia sulit bersyukur dengan apa yang dimiliki karena selalu ingin memiliki yang ditawarkan dunia.

Muncul pertanyaan, bagaimanakah orang Kristen seharusnya bersikap terhadap spirit zaman ini? Apakah tidak perlu up to date? Tentunya perlu. Namun, bagaimana supaya orang Kristen jangan ketinggalan zaman dan jangan meninggalkan Tuhan?

 Pertama, orang Kristen harus selalu menyadari bahwa kasih karunia Tuhan lebih dari sekedar materi dan segala kesenangan dunia. Belajar dari Maria dalam Lukas 1:28 “Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Kata “dikaruniai” berbentuk pasif yang menunjukkan bahwa Maria dipilih menjadi Ibu dari Juru selamat dunia bukan karena Maria istimewa, tapi berdasarkan kasih karunia Tuhan. Ini terlihat sampai akhir hidup Tuhan Yesus bahwa Maria tidak pernah menyombongkan diri sebagai Ibu Yesus atau memposisikan dirinya istimewa untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari posisinya. Bagi Maria menjadi Ibu Yesus adalah kasih karunia Tuhan yang besar dan itu sudah cukup. Hal ini mengingatkan kita bahwa menerima kasih karunia Tuhan dalam hidup ini adalah anugerah terbesar. Materi dan kesenangan bisa dicari atau dibeli tapi kasih karunia tidak bisa dicari atau dibeli. Kasih karunia hanya bisa kita terima jika Tuhan berbelas kasih memberikannya kepada kita. Oleh karena itu, jika kita sudah menerima kasih karunia Tuhan hendaklah kita menghargainya dengan tahu berterima kasih kepada Tuhan, bukan hidup dengan sombongnya untuk mengejar tawaran dunia ini.

 Kedua, orang Kristen harus selalu mengingat bahwa kita adalah hamba, bukan tuan. Ketika Maria menerima tanggung jawab sebagai ibu Tuhan Yesus, bukanlah hal yang mudah karena banyak pertanyaan tentang apa yang sedang dan akan terjadi. Namun, Maria dengan rendah hati menyatakan ketaatan mutlak karena dia menyadari bahwa di hadapan Tuhan, dia adalah seorang hamba yang kalaupun dapat menyenangkan hati Tuhan, dia sangat bersyukur. Ini terlihat dalam Lukas 1:38 Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Kata hamba berasal dari bahasa Yunani doúlos yang berarti seseorang yang merupakan milik orang lain, seseorang yang tidak memiliki hak atas dirinya sendiri.  Inilah sikap hati sebagai seorang hamba, yaitu ketika kita menyadari bahwa hidup kita bukanlah milik kita, tapi milik Kristus Yesus yang telah menebus kita dan mempercayai apapun yang Dia rencanakan dalam hidup kita adalah rencana yang terbaik untuk kebaikan kita yang memuliakan NamaNya. Jadi, kita tidak perlu menjadi FoMO terhadap momen-momen duniawi yang memberikan kenikmatan sementara, tapi justru kita harus menjadi kuatir ketika kita kehilangan momen yang berharga dengan Tuhan seperti saat ibadah/merayakan Natal, namun pikiran dan hati kita lebih memikirkan event/party/activity untuk kesenangan saja.

Oleh karena itu, dalam menyambut Natal di tahun 2023 ini, marilah kita memiliki sikap hati sebagai seorang hamba yang mempersembahkan hidup yang terbaik untuk memuliakan Nama Tuhan, bukan untuk mencari pujian diri sendiri, show off, atau kebanggaan diri yang tidak perlu. Entah hidup ini susah ataupun senang, hendaklah kita tetap memberikan syukur kita yang terbaik kepadaNya karena sesungguhnya menjadi hambaNya adalah sebuah anugerah.

Selamat merayakan Natal 2023. Tuhan Yesus memberkati.

3.https://biblehub.com/greek/1401.htm, Strong’s Greek Concordance

New Student Registration Information